Selasa, 20 Oktober 2020

CERPEN ---- CINTAKU ANTARA HUJAN DAN PANAS


  
   Senja yang disambut awan - awan hitam berlalu hilir mudik ditengah kemerah - merahan sang mentari,
duduklah sejajar buritan Heriyanto seorang pemuda yang tengah istirahat dari penatnya pekerjaan yang ia lakukan, sambil meneguk kopi pahit ia terhanyut oleh sebuah memory yang indah dalam sebuah tembang kenangan yang ia putar melalui mp3 nya.

  Seraya mengenang masa silam dari sebuah perjalanan hidup diantara tepi-tepi jurang yang mengelilinginya.
Dalam  senja itu Heriyanto sangat mengenang masa-masa indah yang pernah ia lalu bersama Sri Heriyanti, kekasih yang pernah hidup satu atap bersamanya, sebelum ia pergi jauh entah kemana hanya gara-gara semangkuk berlian yang tak ia miliki.

  Ketika cintanya bersemi, bahagia mungkin hanya dihatinya, sebab Heriyanto tergolong pria yang tak punya apa-apa selain tenaga dan usaha nya.
Sempat hari-hari indah ia jalani dalam suka duka nya hidup.

  Selang lima tahun pernikahannya, Sri Heriyanti mulai menampakkan belang kerakusan akan semangkuk berlian.
Hari-hari mereka kerap acap kali dilalui dengan keributan, kata yang kasar sering dilontarkan sang Istri kepadanya, sampai suatu ketia Heriyanto berkata pada Istrinya

"Ilalang yang tinggih, tak selamanya bertahan menutup pandangan, adakalanya ia akan hancur dihantam tajamnya mata pisau".

  Mungkin hidup ini tak semudah yang kita bayangkan, dan tak sesulit yang kita takutkan, tapi ingatlah betapa mulianya hidup jika adanya kekompakan dan persatuan yang jauh dari sebuah harta benda.

  Sri Heriyanti pun diam seribu bahasa, entah apa yang ada difikirannya, ia kerap sering menuding miring kepada sang suami tanpa sebab yang jelas dan pasti.

   Sampai suatu ketiaka Sri Heriyanti pergi diam-diam meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan sang suami.

  Heriyanto pun menyikapi dengan dingin kepergian sang istri, "Oh mungkin inilah yang ia cari"
gumam Heriyanto dalam hatinya.

 Hidup itu memang terkadang sakit, bahkan akan terus terasa sakit hingga kita tau apa arti hidup itu, begitu dalam benak Heriyanto.

  Sesaat ia diam, dan tertawa dalam lamunannya, terdengar sebuah lagu "Aku Masih Seperti yang dulu" dari lantunan Dian Phishesah yang semangkin membuat Heriyanto terus melihat masa lalunya dibalik Hujan senja itu.

   Sesekali ia menyerutup Kopi panasnya, ditangannya ia hidupkan sebatang rokok surya yang sanagt ia senangi.

  Memang waktu tak selamanya berpihak kepada kita, akan tetapi kitalah harus bisa menyeimbangi waktu itu,tak selamanya harta mendatangkan kebahagiaan, namun tak sedikit pula ketiadaan harta membuat orang menderita dan morat-marit.

   Ditengah kesibukan hari-harinya, Heriyanto memasrahkan diri kepada Allah, tak ada jalan selain kepada-Nya ia bersyukur, mungkin Sri Heriyati adalah satu diantara wanita yang ada didunia ini menjadi ujian dalam hidupnya, apakah itu penderitaan cinta, ataukah kesengsaraan bathin.

"Karang yang kokoh bisa hancur dihantam air, namun tak sedikit gunung yang tinggi hancur oleh Lahar merapi perut bumi".

  Hari menjelang malam, Heriyanto pulang berjalan kaki menuju rumah bambunya yang minimalis, dengan rasa gontai tanpa lelah, ia bersabar menanti waktu dalam setiap kehidupannya.




Karya : RAHAYU SYAHPUTRA

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More